Timika, Siasat ID – Bung Owen Tanlain selaku OKK GMNI KABUPATEN MIMIKA menolak keras pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Sejumlah pasal dalam RUU ini dianggap bermasalah karena membuka ruang pelebaran wewenang aparat penegak hukum secara berlebihan, yang pada akhirnya dapat mengancam kebebasan sipil, demokrasi, serta memperkuat watak negara polisi.
Salah satu pasal yang paling disorot adalah Pasal 5 huruf d, yang memberi celah bagi penyidik untuk mengambil “tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”. Rumusan yang multitafsir ini dikhawatirkan akan digunakan untuk membenarkan tindakan sewenang-wenang terhadap masyarakat.
Lebih jauh, Pasal 16 melegitimasi praktik penyelidikan ala intelijen, termasuk pembuntutan, penyamaran, hingga pembelian terselubung. Hal ini jelas berpotensi mengkriminalisasi warga sipil, aktivis, maupun kelompok yang kritis terhadap pemerintah bahkan Negara.
Tak hanya itu, Pasal 90 ayat (2) memungkinkan adanya penangkapan tanpa batas waktu dengan alasan kondisi tertentu, sementara Pasal 93 ayat (5) memberi alasan penangkapan yang sangat subjektif, misalnya karena seseorang dianggap “menghambat pemeriksaan” atau “memberi informasi tidak sesuai fakta”. Kondisi ini membuka ruang kriminalisasi luas terhadap rakyat kecil.
Puncaknya, Pasal 106 ayat (4) memberikan kewenangan penggeledahan tanpa izin pengadilan dengan alasan “kondisi mendesak”. Padahal, tanpa parameter yang jelas, ketentuan ini rawan disalahgunakan aparat.
“RUU KUHAP ini jelas menjadi jalan pintas menuju negara polisi. Bukan hanya demokrasi yang terancam, tetapi rakyat kecil yang paling rentan akan jadi korban represi. KUHAP yang seharusnya menjadi instrumen keadilan justru berubah menjadi alat kekuasaan,” tegas Bung Owen Tanlain.
Bung Owen Tanlain secara khusus menyoroti situasi di Papua yang semakin mengkhawatirkan. Ia menegaskan bahwa kekhawatiran atas disahkannya RUU KUHAP ini sangat relevan dengan realitas di tanah Papua, dimana militerisme TNI dan POLRI kian membabi buta terhadap masyarakat sipil.(29/8)
“Sesuai dengan situasi di Papua kini, militerisme TNI dan POLRI makin membabi buta terhadap masyarakat sipil, entah itu yang demo atau pun kekerasan terhadap warga sipil di pedalaman Papua. RUU ini justru akan memberi payung hukum dan memperparah tindakan represif dan kekerasan yang sudah terjadi,” ujarnya.
Owen menambahkan bahwa dalam kondisi dimana kekerasan oleh aparat sudah sering terjadi, pemberian kewenangan yang lebih luas melalui RUU KUHAP sama saja dengan memberikan pisau yang lebih tajam untuk menebar ancaman dan ketakutan bagi rakyat.
Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah dan negara melihat dan mengakui fakta kekerasan yang terjadi di Papua. “Saya meminta agar pemerintah dan negara melihat hal ini. Jangan tutup mata. Pengesahan RUU KUHAP serta RUU KUHAP TNI/POLRI harus ditinjau ulang secara menyeluruh. Disebabkan bahwasanya negara ini bukan negara kekuasaan militerisme yang seenaknya dan semuanya bertindak dalam kekuasaan hak dan hukum yang represif. Demokrasi akan selalu hidup untuk melawan ketidakadilan,” pungkasnya.