Oleh: Moh. Rizki Nur Ripa’i
Akhir-akhir ini kita dikagetkan soal adanya aktivitas pertambangan di Raja Ampat, aktivis Greeen Peace menyadarkan kita semua. Kondisi kerusakan lingkungan di Raja Ampat yang sedang berlangsung saat ini. Bukanlah keniscayaan. Namun sesuatu yang masih bisa diselamatkan, walaupun sudah masuk kategori darurat. Kita, sedari dulu selalu disuguhkan keindahan alam Raja Ampat, dengan berbagai keanekaragaman hayati dan lanskap laut terbaik di dunia ini. Pada saat yang sama, kerusakan dan eksploitasi besar-besaran terjadi di pulau yang indah itu, semakin nyata dan masif.
Membuat kita teringat salah satu karakter di One Piece. Yap, Kurozumi Orochi, sosok problematik yang sangat kejam dan menindas, serta menghamba pada kekuasaan Kaido. Kaido salah satu dari 4 kaisar lautan (Yonkou) atau yang kita kenal sebagai sosok penguasa yang merebut tanah Wano untuk menambang, merebut pulau Wano Kuni dibantu tiran lokal (Orochi). Kaido bekerja sama dengan Orochi untuk membunuh Kozuki Oden Daimyo dari Kuri Negeri Wano, dan memungkinkan Bajak Laut Binatang untuk mengubah Wano menjadi tanah kosong. Orochi, mendapatkan hampir lengkap dengan imbalan meminjam kekuatan dan perlindungan Kaido, mengabaikan negaranya sendiri dan orang yang mendukung kepentingannya sendiri.
Lebih dari ratusan tahun lalu, Wano dikenal sebagai negeri emas, negara ini terkenal dengan istilah isolasionisme yang secara harfiah dikenal sebagai “negera tertutup”, artinya, kontak dengan pihak luar, seperti bajak laut dan negara lain. Meski ada larangan kontak dengan pihak luar, aliansi Orochi dan Kaido (yang pada gilirannya memiliki banyak koneksi dari luar). Mereka, para eselon atas mulai mengabaikan peraturan mereka dan mulai berbisnis senjata dan mengeskploitasi alam wano kuni untuk dijadikan lokasi pertambangan.
Saat mulai penambangan, banyak persoalan mulai terjadi, kerusakan lingkungan, air dan udara mulai tercemar. Orochi tak peduli apapun, soal kerusakan yang dialami oleh masyarakat lokal Wano. Sebab, ia telah memperoleh berbagai fasilitas dan kekuasaan yang di terima dari Kaido. Masyarakat Wano sendiri dijadikan buruh kasar yang tak manusiawi oleh pemerintahan yang dikendalikan oleh Kaido. Selain itu, terjadi juga praktik-praktik nepotisme di dalamnya, pasalnya yang menduduki jabatan penting disitu, hanya mereka yang dekat dengan Kaido.
Mereka masyarakat dengan lapisan pekerja di bawah, hanya dijadikan budak dan mendapatkan upah yang tak layak. Situasi ini, mengingatkan penulis akan apa yang terjadi di Raja Ampat, Papua, yang dikenal dengan surga terakhir di planet bumi. Sangat disayangkan jika keindahan sekelas Raja Ampat dieksploitasi sumber daya alamnya tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal Papua.
Aktivitas penambangan di Raja Ampat telah merusak 500 hektare hutan vegetasi alam di pulau tersebut, pulau-pulau ini merupakan pulau kecil yang seharusnya tak boleh di tambang menurut Undang-undang nomor 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil. Atas dalih hilirisasi nikel yang digaungkan oleh pemerintah untuk mewujudkan transisi energi bersih, kini mulai menimbulkan banyak persoalan baru yang justru makin memperparah kerusakan bumi, sampai-sampai harus mengorbankan surga terakhir di bumi.
Jika terus dibiarkan begini. Apakah nantinya Raja Ampat hanya menjadi sebuah dongeng untuk generasi kedepan? Atau kita akan menunggu seseorang dari masa depan sebagai penyelamat. Mungkin saja, sosok seperti Mugiwara No Luffy atau yang menyerupainya. Tapi, akankah kita berharap pada entitas yang hanya ada di serial manga ini, guna menyelamatkan Raja Ampat? Seyogyanya kita bisa belajar lewat perjuangan Luffy dan kelompoknya dalam mengusir dan menghajar para penindas dan perusak alam itu dari bumi Raja Ampat.
Entahlah, tapi memang dalam serial One Piece, seringkali menggambarkan realitas yang ada di dunia nyata, termasuk isu isu kolonialisme, ketimpangan sosial, dan eksploitasi sumber daya alam.