• Latest
  • Trending
  • All
Regenerasi Rudat dan Partisipasi Riang Pelajar Mataram

Regenerasi Rudat dan Partisipasi Riang Pelajar Mataram

Agustus 28, 2025

Ibadah dan Pemasangan Salib di Agimuga Berjalan Lancar.

Desember 4, 2025

Ibadah Rekonsiliasi Umat Katolik Suku Amungme 2025, Tandai Perbaikan Hubungan dan Persatuan di Mimika

Desember 4, 2025

GMNI Mimika Serukan Penegakan Hukum dan Penguatan Keamanan Menyongsong Nataru

Desember 2, 2025

GMNI Mimika Desak Kapolres Usut Tuntas Pembunuhan dan Tingkatkan Pengamanan‎‎

Desember 1, 2025

Gmni Mimika Soroti Lambannya Penanganan Keamanan Jelang Desember Damai

November 29, 2025

Danramil Agimuga Komitmen Dukung Kesuksesan Rekonsiliasi Katolik Suku Amungme 2025

November 28, 2025

Lestarikan Budaya, Pemuda Saireri Mimika Gelar Lomba Tari Yospan untuk Pelajar

November 27, 2025

Pemangku Kebijakan di Kabupaten Mimika Dinilai Darurat Etika dan Moral

November 24, 2025

Tolak Klaim Sepihak, Warga Nawaripi-Komoro Minta Pemerintah Bertindak Tegas

November 21, 2025
GMKI, HMI, dan GMNI Walk Out: Rakerda I KNPI Papua Selatan Dinilai Gagal Total

GMKI, HMI, dan GMNI Walk Out: Rakerda I KNPI Papua Selatan Dinilai Gagal Total

November 17, 2025
Pembangunan di SMA Negeri 1 Timika Abaikan Keselamatan Warga Sekolah, Komite Sekolah Desak Intervensi Pemerintah Daerah

Pembangunan di SMA Negeri 1 Timika Abaikan Keselamatan Warga Sekolah, Komite Sekolah Desak Intervensi Pemerintah Daerah

November 17, 2025
Clean Friday di SMAN I, Distrik dan Kampung Berhasil Mengeluarkan Ribuan Liter Air Pada Drainase Utama

Clean Friday di SMAN I, Distrik dan Kampung Berhasil Mengeluarkan Ribuan Liter Air Pada Drainase Utama

November 17, 2025
  • Pengelola
  • Pedoman Pemberitaan
Kamis, Desember 4, 2025
  • Login
Siasat
  • Home
  • Peristiwa
  • Nusantara
  • Ekonomi Bisnis
  • Budaya
No Result
View All Result
Siasat
No Result
View All Result
Home Budaya

Regenerasi Rudat dan Partisipasi Riang Pelajar Mataram

in Budaya, Nusantara, Opini
0
Regenerasi Rudat dan Partisipasi Riang Pelajar Mataram
29
SHARES
320
VIEWS
Share on FacebookShare on Whatsapp

Oleh: Arief Rahzen, pekerja budaya.

Langit Mataram pada sore hari di Agustus 2025 terasa berbeda. Udara yang biasanya terganggu deru kendaraan, kini berbaur dengan ritmis tabuhan rebana dan jedor yang membangkitkan semangat. Di panggung utama Festival Budaya Pelajar yang digelar oleh Pemerintah Kota Mataram di Teras Udayana, ratusan pasang mata tertuju pada sekelompok anak-anak bersiap mementaskan tari Rudat. Mereka berdiri tegap di pinggir panggung, mengenakan kostum cerah dengan songkok tinggi berhias rumbai. Wajah mereka memancarkan paduan antara gugup, bangga, dan konsentrasi penuh. Momen itu bukan sekadar sebuah agenda dalam festival. Ini sebuah pernyataan. Di tengah kencangnya arus globalisasi, denyut nadi kebudayaan Kota Mataram, ternyata berdetak kencang di dada generasi termudanya. Pengalaman menonton pertunjukan mereka menjadi perenungan bagaimana kebudayaan diwariskan. Pewarisan bukan sebagai artefak beku, melainkan sebagai sebuah pengalaman hidup. Pertunjukan ini adalah manifestasi nyata dari “living heritage” yang melampaui dinding institusi. Disini, para pelajar itu terlibat langsung dalam peristiwa budaya, jadi subjek aktif dalam proses pemajuan kebudayaan.

RelatedPosts

Peduli Sesama, GMNI Cabang Toraja Utara Salurkan Bantuan untuk Korban Terdampak Kebakaran

Musim Hujan dan Ancaman Banjir di Bima

Perkuat Basis Desa dan Lobi Kultural, Aliansi Pejuang PPS Susun Ulang Strategi

Menyaksikan pertunjukan Rudat mereka adalah sebuah pengalaman yang menyentuh. Gerakan tubuh mereka mungkin tidak sesempurna para penari professional. Gerak tangan-kaki mereka tak serapi penari yang telah puluhan tahun mengabdikan diri pada seni. Ada kalanya satu-dua gerakan sedikit tidak sinkron. Atau ekspresi seorang penari cilik pecah oleh senyum malu-malu saat matanya bertemu dengan penonton yang ia kenal. Namun, justru dalam “ketidaksempurnaan” itulah terletak kekuatan terbesar pertunjukan ini. Energi yang mereka pancarkan begitu murni dan jujur. Setiap tepukan tangan ke dada, dan setiap hentakan kaki yang serempak, yang mereka peragakan terasa lahir dari antusiasme yang tulus. Bukan hafalan teknis.

Lantunan salawat dan puji-pujian yang terdengar menjadi jiwa yang menggerakkan raga para penari. Para penari cilik dan remaja ini, dengan segala kepolosan mereka, menjadi medium di mana nilai-nilai spiritualitas, disiplin, dan kebersamaan yang terkandung dalam Rudat menemukan wadah barunya. Kita tidak lagi melihat Rudat sebagai tontonan lampau. Kita menyaksikan pertunjukan Rudat yang hidup, bernapas, dan relevan di masa kini. Mereka menunjukkan Rudat bukanlah pakaian kebesaran yang dipinjam dari generasi kakek-nenek mereka. Pertunjukan Rudat mereka merupakan pakaian yang pas dan nyaman untuk mereka kenakan hari ini. Inilah esensi kebudayaan. Ini bukan tentang kesempurnaan teknis lagi. Ini tentang transmisi semangat dan makna antar generasi.

Pengalaman ini membuat kita merenungkan kembali ihwal pewarisan budaya. Secara tradisional, karya budaya kerap dianggap sudah selesai, statis dan ada pakem. Pengunjung hadir sebagai penontont pasif. Datang melihat,  kemudian mengagumi objek dari kejauhan. Namun, Festival Budaya Pelajar ini, dengan pertunjukan Rudat-nya, telah menunjukkan dinamisnya budaya, uniknya pewarisan budaya. Budaya lampau tak lagi terlihat kaku, tapi merujuk pula pada aksesibilitas terhadap pengetahuan, pengalaman, dan partisipasi.

Dalam “pewarisan riang gembira” ini, karya budaya juga meliputi gerak tari, irama musik, lantunan syair, dan interaksi sosial yang terjadi. Para pelajar ini bukanlah objek. Mereka juga ikut memilah, partisipan aktif dalam aktivitas budaya. Mereka juga menafsirkannya, merasakannya, dan menghidupinya. Pengetahuan tentang Rudat tidak lagi ditransfer melalui hafalan semata. Ihwal Rudat diketahui melalui laku berlatih dan pentas bersama. Telah menubuh.

Di panggung festival inilah sekat-sekat luruh. Tiada lagi hierarki antara ahli dan awam, seniman dan penonton. Semua yang hadir melebur menjadi satu ekosistem budaya. Penari, pendamping, tim horai, penonton melebur dalam peran masing-masing. Sorak-sorai penonton tak sekadar riuh, melainkan energi yang memvalidasi para penampil. Inilah pewarisan budaya yang menarik: sebuah ruang komunal tempat identitas dirayakan dan diperkuat bersama, dengan pemerintah sebagai fasilitatornya.

Nilai transformatifnya lahir dari pengalaman langsung, sebuah pengetahuan yang diraih tubuh, jauh melampaui teori di ruang kelas. Bagi para penari, proses ini adalah pendidikan paripurna: disiplin dan harmoni ditempa dalam gerak serempak. Sementara jiwa disirami oleh lantunan salawat. Pengetahuan tak lagi menjadi ingatan, tetapi menjelma kesadaran.

Gempita ini pun milik mereka yang ada di balik layar: para pemusik, penata lampu, soundman, perias, bahkan tenaga logistik. Sebab sebuah keagungan budaya adalah karya kolektif yang ditenun dari rasa tanggung jawab bersama. Bahkan para penonton adalah partisipan aktif. Antusiasme mereka menjadi saksi hidup relevansi budaya, sekaligus percik api yang akan menyulut partisipasi baru di tahun mendatang. Inilah lingkaran kebajikan: partisipasi menyemai apresiasi, apresiasi menuai regenerasi.

Pada akhirnya, festival ini adalah napas hidup dari amanat Undang-undang Pemajuan Kebudayaan. Ini bukan lagi sebuah seremoni, melainkan strategi jitu yang menggerakkan seluruh pilarnya dalam satu panggung yang riuh dan bermakna.

Pertama, Pelindungan. Upaya pelindungan tak hanya dengan mendokumentasikan Rudat dalam arsip atau video lalu menyimpannya di perpustakaan. Pelindungan yang paling hakiki adalah dengan memastikan adanya pewaris. Pelibatan ratusan pelajar SD dan SMP, pemerintah memastikan bahwa mata rantai pewarisan Rudat tidak terputus. Kesenian ini dilindungi dari kepunahan dengan cara diakrabkan langsung ke sanubari generasi penerus.

Kedua, Pengembangan. Di tangan kaum muda, tradisi menemukan napas barunya. Gerak ditafsir ulang, semangat zaman disuntikkan, menjadikan Rudat denyut yang segar dan penuh daya hidup. Inilah bukti bahwa warisan luhur tak membeku dalam waktu, melainkan mengalir dinamis tanpa tercerabut dari akarnya.

Ketiga, panggung ini pun menjadi kancah pemanfaatan budaya. Rudat tak hanya menempa karakter dan disiplin para penari belia, tetapi juga merajut tenun sosial antar sekolah, seraya memoles citra Mataram sebagai kota yang merawat jati dirinya.

Keempat, Pemerintah hadir membentangkan panggung dan memupuk ekosistem bagi tunas-tunas seniman untuk bertumbuh. Ikhtiar ini memastikan api pelestarian terus menyala, dijaga oleh semangat komunitas dan naungan kebijakan.

Di ujung pertunjukan, gemuruh tepuk tangan membahana, menjadi restu bagi langkah kecil para pewaris budaya. Kita sadari kemudian, masa depan kebudayaan kita, tidak terletak pada seberapa megah bangunan budaya dibangun. Atau seberapa tebal buku sejarah yang ditulis. Masa depan itu terletak pada momen-momen seperti ini: pada kilau keringat di dahi seorang anak yang baru selesai menari, pada senyum bangga seorang guru melihat muridnya tampil memukau, dan pada riuh tepuk tangan penonton yang merasakan getaran kebanggaan kolektif.

Festival Budaya Pelajar 2025, melalui pertunjukan Rudat, fashion show adat, maupun kesenian lainnya, telah memberikan pelajaran berharga. Ini cara terbaik menjaga api kebudayaan tetap menyala, dengan membiarkannya dipegang oleh tangan-tangan generasi muda. Mereka tidak hanya akan menjaganya. Boleh jadi malah meneruskannya dengan nyala lebih terang. Anak-anak dan remaja ialah pewaris budaya. Pada mereka nantinya denyut nadi kebudayaan bangsa ini akan terus berdetak, kuat dan penuh harapan.

Arief Rahzen, pekerja budaya yang meminati kajian budaya dan perubahan masyarakat di era digital. Berpetualang, menulis, aktivitas budaya. Mondarmandir Jakarta, Bali, Solo-Jogja, Mataram, dan Sumbawa.

Tags: MataramRudat
Share12SendShare
Siasat ID

Siasat ID

surel: siasatindonesia [at] gmail.com

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Mahasiwa KKL UNSA Desa Pemasar Adakan Sosialisasi dan Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik

Mahasiwa KKL UNSA Desa Pemasar Adakan Sosialisasi dan Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik

Agustus 1, 2023
Che Guevara: Jika Anda Bergetar dan Geram Setiap Melihat Ketidakadilan, Maka Anda Adalah Kawan Saya

Che Guevara: Jika Anda Bergetar dan Geram Setiap Melihat Ketidakadilan, Maka Anda Adalah Kawan Saya

Agustus 26, 2022
Pilkades Batu Bangka Diminta Pemungutan Suara Ulang, Ada Persoalan Data Pemilih

Pilkades Batu Bangka Diminta Pemungutan Suara Ulang, Ada Persoalan Data Pemilih

November 4, 2022
DPD PSI Pemalang Apresiasi langkah KPK dalam OTT terhadap Sejumlah Pejabat Pemkab Pemalang

DPD PSI Pemalang Apresiasi langkah KPK dalam OTT terhadap Sejumlah Pejabat Pemkab Pemalang

1
Ramaikan Hari Kemerdekaan, Karang Taruna Limbangan Adakan Lomba Layang-layang

Ramaikan Hari Kemerdekaan, Karang Taruna Limbangan Adakan Lomba Layang-layang

1
Wujud Solidaritas, IKA SMANCO galangkan Santunan Muharam Anak Yatim

Wujud Solidaritas, IKA SMANCO galangkan Santunan Muharam Anak Yatim

1

Ibadah dan Pemasangan Salib di Agimuga Berjalan Lancar.

Desember 4, 2025

Ibadah Rekonsiliasi Umat Katolik Suku Amungme 2025, Tandai Perbaikan Hubungan dan Persatuan di Mimika

Desember 4, 2025

GMNI Mimika Serukan Penegakan Hukum dan Penguatan Keamanan Menyongsong Nataru

Desember 2, 2025
Siasat

Copyright © 2023 Siasat.ID.

Navigate Site

  • Pengelola
  • Pedoman Pemberitaan

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Peristiwa
  • Nusantara
  • Ekonomi Bisnis
  • Budaya

Copyright © 2023 Siasat.ID.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In