Boleh Kenalan?
Terpampang baliho seorang lelaki berpeci hitam di seberang jalan dengan jargon di atas. Senyum tipis seakan tampak sebuah kemenangan, tangan yang bersila terlihat sebagai simbol kebesaran. Matanya ditimpa, memandang Bumi Gogo Rancah sebagai eudaimonia yang dimaksud Aristoteles atau Leiden is Lijden yang dimaksud Abraham Kuyper. Tetapi, terlepas dari apapun yang menghampirinya esok, bermodal ketekunan, kerendahan hati, dan keberanian, lelaki itu menjadi tangguh bagai seorang pemenang.
Segudang Pengalaman & Kemungkinan
Jauh berkelana di jalan yang berbeda, meniti karir di jalan yang sudah pasti. Di jalan itu, tangannya menggenggam keniscayaan hidup yang tentram. Sementara dijalan ini, tangannya kosong menggenggam ketidakpastian yang membahayakan.
Namun seringkali kita lupa, petarung tidak terlahir untuk hidup dalam kenyamanan dari definisi yang awam, menurut petarung, kenyamanan dirasakan ketika bertaruh untuk merubah kondisi yang tidak baik menjadi sebaliknya, itulah kenyamanan baginya.
Memandang kondisi tanah kelahiran terus berada di titik rendah menjadi pemantik darah juangnya untuk bertarung tanpa terlihat keinginan kekuasaan. Katanya, Ia hanya ingin mencapai doa masyarakat di tanah itu. Doa yang besar untuknya ketika Ia menjadi debu.
“Saya ingin ketika mati nanti, banyak orang yang mendoakan dan mengantarkan jenazah saya,” kalimat yang seringkali diucapkan lelaki itu dengan hiruk tangis.
Kini Ia telah pulang, bertarung untuk membunuh virus mematikan bernama kemiskinan struktural. Ia menjadi harapan bagi masyarakat yang telah lama sesak dengan keadaannya.
Dinamika Perjuangan
Sejak dirinya memantabkan diri untuk mengabdi, ketidakpercayaan masyarakat menimpa dirinya. Narasi-narasi keraguan menjadi serangan untuk membunuh niat baiknya, penghinaan dan fitnah menjadi kabar buruknya dalam berjuang. Tetapi, tidak terdapat ketakutan sedikitpun yang terlintas di setiap senyumnya. Ternyata, itu lambang petarung.
Lihat saja, hasil survei Olat Maras Institute (OMI) pada periode 8-25 Juli 2024. Top of Mind Calon Gubernur NTB yaitu, Zulkieflimansyah 36,3%, Sitti Rohmi Djalillah 19,4%, Lalu Muhammad Iqbal 8,7 %. Dari titik popularitas dan elektabilitas yang masih sangat rendah, terlebih juga tidak memiliki partai politik sebagai kendaraan menuju kontestasi. Lelaki itu hanya sibuk menghampiri kantong kemiskinan di NTB dan menawarkan jaminan kemaslahatan bagi masyarakat. Ia merasakan kemiskinan itu, memeluk para tetua, menggendong para anak, berbicara duduk sama rata mendengar ketertinggalan itu.
“Akar semua masalah sosial ini adalah kemiskinan,” ujar lelaki itu di beberapa tempat.
Merasakan dengan hati dan kecerdasan yang dapat menyimpulkan sebab dan akibat ketertinggalan itu. Kemiskinan menjadi sebab musabab bagi ketertinggalan daerah. Kebodohan tidak akan terjadi ketika gizi makan dan sarana pendidikan setiap anak terpenuhi, petani dan nelayan tidak akan kekurangan ketika harga beras dan ikan stabil, buruh tidak akan kelaparan ketika gajinya sesuai keringat yang keluar, begitu juga dengan lainnya.
Lelaki itu dapat merasakannya, mengukir menjadi sebuah visi yang terangkum. Meskipun masih begitu, visi utuhnya itu masih saja dipolitisasi, dicibir, ditusuk dengan narasi tiada bukti. Secara tidak sadar, semakin meluas serangan dan penghinaan maka semakin besar eksistensi orang ini, begitu pula dengan lelaki itu.
Eksistensi kebesarannya terbukti, partai-partai menghampirinya untuk mengarahkan dukungan untuk dirinya. Tidak hanya itu, jika berkaca dari pernyataan Gusdur bahwa ulama yang menjadi panutan bagi para umat di kondisi sekarang adalah ulama kampung yang menghidupkan pesantren dan masjid di kampung halamannya. Lelaki itu mampu mendapat restu dari seluruh ulama yang dimaksud Gusdur itu, meskipun Ia minim mendapat dukungan dari ulama-ulama besar.
Sehingga terjawab, hasil survei Nusra Institute pada periode 9-13 September 2024 mengunggulkannya, Lalu Muhammad Iqbal-Indah Damayanti 31.0%, Sitti Rohmi Djalillah- H Musyafirin 29,3%, Zulkieflimansyah-Suhaili 15,9%. Melihat hasil itu, pantas pada akhirnya Ia diserang tanpa ampun. Tetapi, tampaknya Ia sewaktu itu sudah tidak lagi dengan tangan kosong. Ketangguhan mental menjadi seni menghadapi serangan yang ditujukan kepadanya, sedikit senyuman lalu lupakan.
Narasi menjadi duta besar dengan gubernur memang benar, sebab Ia sebagai duta besar dengan modal meritokrasi. Berbeda dengan gubernur, ketangguhan, kecepatan, dan menggocek menjadi hal yang paling penting. Dalam waktu yang singkat, darah petarungnya mampu menjawab keraguan masyarakat, personality miliknya menjadi perbincangan di setiap sudut pemukiman masyarakat NTB, doa-doa mengalir deras untuk perjuangannya.
Menjadi Pemenang
Saat waktu pertarungan tiba, seluruh orang terkejut dengan hasilnya. Siapa sangka, musuhnya adalah seorang petahana yang cekat dan pandai di jalan ini, satunya lagi memilki massa besar yang berani mati untuknya. Sedangkan lelaki ini, seorang yang memulai dari titik nol di jalan ini. Di waktu yang singkat, Ia mampu membolak-balikkan fakta bahwa dirinyalah yang paling siap menahkodai kapal bernama Nusa Tenggara Barat. Hal ini menunjukan bahwa Tuhan tidak pernah salah memilih pundak.
Pemuda-pemudi mencintai gagasan, kecerdasan, kegigihannya. Peluang kerja yang sulit menjadi alasannya untuk berjuang demi lelaki ini. Tampaknya, Ia mampu menyalurkan aliran kegigihan ke sendi-sendi semangat para pemuda yang sempat berada di titik keputusasaan. Kecintaannya terhadap Bung Hatta mampu Ia salurkan untuk pemuda-pemudi di tempat Ia akan mengabdikan dirinya, menakjubkan.
Dari hasil Quick Count pemilihan Pilkada NTB 2024, lelaki itu terbang tinggi melampau jauh dari calon lainnya. Dikutip dari Antara News, hasil Quick Count yang dirilis Kedai Kopi pada pukul 19.30 Wita dengan data yang sudah masuk 98, 25%. Pasangan Iqbal-Dinda 42,15%, Zul-Uhel 29,99%, dan Rohmi-Firin 27,86%.
Cita-cita tulus lelaki itu mendapat doa besar sudah terpenuhi, bahkan sebelum Ia menjadi debu. Pelukan perjuangan menyelimuti dirinya saat diumumkan hasil sementara itu. Seluruh masyarakat merasa menang, harapan masyarakat NTB berada di tangan dan hatinya.
Perjalan ini Akan Seperti Apa?
Hanya lelaki ini yang dapat menjawabnya. Yang terpenting, kapanpun waktunya lepas landas, semua masyarakat berharap kemaslahatan dan kemakmuran. Jika salah langkah, biarkan masyarakat berbicara untuk mengingatkan.
Terakhir, ini bukan saja tentang kemenangan lelaki itu, ini kemenangan kita semua, kemenangan seluruh masyarakat Nusa Tenggara Barat.
Selamat berjuang, amanah itu kini diberikan kepadamu. Lelaki itu bernama Lalu Muhamad Iqbal!