Mimika, Siasat ID — Warga Kabupaten Mimika kembali dibuat resah dengan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dan Pertalite di sejumlah SPBU. Sejak Jumat malam, antrean panjang kendaraan terlihat di beberapa titik pengisian, sementara sebagian besar pompa bahan bakar telah menutup pelayanan akibat kehabisan stok.
Kondisi ini menimbulkan keluhan serius dari masyarakat yang menggantungkan aktivitas harian mereka pada ketersediaan BBM. Para pengendara mengaku kecewa karena tidak ada pemberitahuan resmi sebelumnya dari pihak terkait, termasuk pemerintah daerah maupun pihak Pertamina.
Menanggapi hal ini, Bung Owen Tanlain, salah satu tokoh muda Mimika, melontarkan kritik keras kepada pemerintah dan instansi terkait yang dinilai lamban dalam menangani persoalan kebutuhan dasar masyarakat.
“Krisis seperti ini seharusnya tidak terjadi di daerah penghasil sumber daya alam seperti Mimika. Pemerintah harus hadir memberi solusi, bukan sekadar diam dan menunggu keadaan memburuk,” tegas Bung Owen Tanlain (5/10).
Menurutnya, kelangkaan Pertamax dan Pertalite ini menunjukkan lemahnya sistem distribusi dan pengawasan yang seharusnya dijalankan secara rutin. Ia juga menyoroti tidak transparannya informasi dari Pertamina dan pemerintah daerah kepada masyarakat.
“Warga berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jangan sampai masyarakat kecil menjadi korban ketidaktegasan pemerintah,” tambah Bung Owen Tanlain dengan nada geram.
Situasi ini juga berpotensi menghambat aktivitas ekonomi lokal. Para ojek online, sopir angkot, dan nelayan mengaku kesulitan bekerja akibat tidak tersedianya bahan bakar. Harga eceran pun melonjak hingga dua kali lipat di beberapa titik.
Melihat kondisi tersebut, Bung Owen Tanlain mendesak agar pemerintah kabupaten dan Pertamina segera mengambil langkah konkret, memastikan pasokan BBM kembali normal, serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap rantai distribusi bahan bakar di Mimika.
“Ini bukan hanya soal habisnya bensin. Ini soal tanggung jawab negara terhadap rakyatnya. Jangan biarkan rakyat Mimika menjerit di tengah kekayaan alam yang melimpah,” tutup Bung Owen Tanlain.
















